![](https://dehills.id/wp-content/uploads/2025/02/Screenshot_20250201_150841_Instagram-300x238.jpg)
Indonesia hari ini dihadapkan pada kenyataan pahit: banyak kebijakan yang tidak berdaya guna, menghambat kemajuan, dan hanya menjadi beban tanpa kontribusi nyata terhadap kesejahteraan rakyat. Birokrasi yang berbelit, proyek pembangunan yang mangkrak, dan sistem pendidikan yang semakin mahal adalah contoh nyata bagaimana kebijakan sering kali hanya menjadi alat politik tanpa memberikan manfaat substansial bagi bangsa.
Saatnya memangkas kebijakan yang tidak efektif, menyelesaikan proyek pembangunan yang terhambat dengan fokus pada fungsinya, dan mengembalikan pendidikan kepada hakikatnya: menjadi alat utama kemajuan bangsa, bukan industri yang mengeksploitasi rakyat.
1. Kebijakan yang Harus Dipangkas: Hapus Regulasi yang Hanya Membebani, Tanpa Manfaat Jelas
Banyak kebijakan di Indonesia lahir bukan untuk menyelesaikan masalah, tetapi justru menambah masalah. Sebagian besar regulasi dibuat bukan untuk efisiensi, melainkan untuk memperumit prosedur dan menciptakan celah birokrasi yang bisa dimanfaatkan oknum tertentu.
Izin usaha yang rumit dan berlapis hanya memperlambat ekonomi, menyulitkan UMKM, dan membuka peluang pungli.
Regulasi ketenagakerjaan yang tidak adaptif menghambat investasi dan pertumbuhan lapangan kerja.
Bantuan sosial yang tumpang tindih sering kali lebih menjadi alat politik dibanding solusi kesejahteraan yang berkelanjutan.
Anggaran proyek yang tidak efektif dan sarat kepentingan membuat pembangunan menjadi mahal tetapi minim manfaat bagi masyarakat.
Pemerintah harus memiliki keberanian untuk memangkas kebijakan yang tidak berdampak positif bagi masyarakat. Sederhanakan regulasi, pangkas aturan yang menghambat produktivitas, dan pastikan kebijakan yang ada benar-benar membawa manfaat nyata bagi rakyat.
2. Pembangunan yang Mangkrak: Selesaikan dengan Fokus pada Fungsinya
Banyak proyek infrastruktur yang ambisius tetapi akhirnya terbengkalai karena lemahnya perencanaan dan buruknya eksekusi. Jalan tol, bandara, pelabuhan, hingga gedung-gedung pemerintahan yang mangkrak adalah bukti nyata bahwa pembangunan di Indonesia sering kali hanya mengejar pencitraan, bukan kebutuhan strategis bangsa.
Proyek-proyek yang mandek harus segera dituntaskan dengan konsentrasi pada fungsinya. Jangan hanya membangun untuk prestise, tetapi pastikan infrastruktur tersebut benar-benar bisa menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi.
Jalan dan jembatan harus terkoneksi dengan pusat produksi dan distribusi ekonomi.
Pelabuhan dan bandara harus mampu meningkatkan ekspor, bukan sekadar bangunan megah yang minim aktivitas.
Pusat riset dan teknologi harus benar-benar berfungsi untuk pengembangan inovasi nasional.
Jika sebuah proyek tidak membawa manfaat bagi rakyat dalam jangka panjang, lebih baik dihentikan daripada menjadi monumen kegagalan.
3. Pendidikan yang Mahal: Harus Diberangus, Bukan Dibiarkan
Salah satu bencana kebijakan terbesar di Indonesia adalah pendidikan yang semakin mahal. Seharusnya, pendidikan menjadi alat utama untuk menciptakan kesetaraan dan mobilitas sosial, tetapi justru dijadikan industri yang membebani rakyat.
Pendidikan yang mahal melanggengkan kesenjangan sosial: hanya mereka yang mampu membayar yang bisa mendapatkan akses pendidikan berkualitas. Akibatnya, kesenjangan antara kaya dan miskin semakin melebar, sementara kesempatan untuk naik kelas sosial semakin kecil bagi rakyat kecil.
Biaya kuliah yang terus meningkat tanpa solusi yang jelas.
Sekolah negeri yang semakin sulit diakses karena kebijakan zonasi yang tidak adil.
Beban biaya pendidikan yang tinggi mulai dari uang pangkal, SPP, hingga biaya buku dan seragam yang memberatkan.
Negara harus berani memangkas biaya pendidikan dengan menjadikannya benar-benar gratis hingga tingkat perguruan tinggi bagi mereka yang berhak. Pendidikan bukan bisnis, melainkan investasi jangka panjang bagi kemajuan bangsa.
Jika negara-negara maju seperti Jerman dan negara-negara Skandinavia bisa memberikan pendidikan gratis dengan kualitas tinggi, mengapa Indonesia tidak bisa?
4. Guru Harus Ideal, Kesejahteraannya Harus Diperhatikan
Pendidikan yang berkualitas hanya bisa terwujud jika guru-guru yang mengajar adalah mereka yang ideal dalam kompetensi dan dedikasi. Namun, bagaimana kita bisa menuntut kualitas jika kesejahteraan guru masih jauh dari layak?
Banyak guru di Indonesia, terutama di daerah-daerah terpencil, digaji sangat rendah dan tidak mendapatkan jaminan kesejahteraan yang memadai. Akibatnya, banyak guru terpaksa mencari pekerjaan sampingan, bahkan ada yang harus berjualan atau menjadi pekerja informal untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.
Jika negara ingin membangun generasi yang unggul, maka guru harus menjadi profesi yang dihormati dan diberi kesejahteraan yang layak.
Gaji guru harus cukup untuk hidup sejahtera, tanpa perlu mencari pekerjaan sampingan.
Status guru honorer harus diperjelas, bukan terus-menerus menjadi korban kebijakan tanpa solusi.
Pelatihan dan peningkatan kualitas guru harus menjadi prioritas, agar mereka bisa terus berkembang dan memberikan pendidikan terbaik bagi siswa.
Tanpa guru yang sejahtera, jangan harap pendidikan di Indonesia bisa mencetak generasi unggul yang siap bersaing di tingkat global.
5. Keberanian untuk Berubah: Reformasi Harus Dimulai dari Atas
Semua permasalahan ini hanya bisa diselesaikan jika ada keberanian dari pemimpin tertinggi, yaitu Presiden, untuk memutus lingkaran setan kebijakan yang tidak berdaya guna.
Partai politik harus direformasi, bukan hanya menjadi alat kekuasaan tetapi menjadi wadah kaderisasi pemimpin yang kompeten.
Birokrasi harus disederhanakan agar kebijakan bisa dijalankan dengan efektif.
Pendidikan harus benar-benar menjadi hak rakyat, bukan barang dagangan yang hanya bisa diakses oleh segelintir orang.
Untuk mewujudkan perubahan ini, Presiden harus melibatkan para pemimpin partai yang memiliki kesadaran nasional, bukan hanya yang ingin mempertahankan kekuasaan mereka. Keberanian untuk mengambil langkah tidak populer tetapi berdampak besar harus menjadi prinsip utama kepemimpinan.
Hapus Kebijakan yang Tidak Berdaya Guna, Bangun dengan Fokus pada Fungsi
Indonesia bisa maju jika berani memangkas kebijakan yang tidak efektif dan menghapus proyek pembangunan yang hanya menjadi beban tanpa manfaat. Pendidikan harus dijadikan prioritas utama dengan menggratiskan akses bagi rakyat dan menjamin kesejahteraan guru.
Jika kita terus mempertahankan sistem yang ada tanpa perubahan mendasar, maka Indonesia akan terus terjebak dalam siklus kebijakan yang hanya menghambat kemajuan, bukan membangun masa depan.
Saatnya berani berubah, saatnya membangun dengan kesadaran baru!