Oleh : Hasyim Arsal Alhabsi, Direktur Dehills
InstituteImam Ali bin Abi Thalib pernah berkata, “Bila seseorang menyembunyikan barang atau sesuatu di hatinya, hal itu akan terungkap melalui kata-kata yang tak disengaja dari lidahnya dan (pada) rona wajahnya.”
Pernyataan ini tidak sekadar menggambarkan pengamatan mendalam tentang manusia, tetapi juga membuka pintu untuk memahami bagaimana pikiran, hati, dan tubuh saling terhubung dalam ekspresi yang tidak pernah bisa sepenuhnya disembunyikan. Dalam perspektif ilmu komunikasi dan psikologi, pernyataan ini mengungkapkan kekuatan alam bawah sadar dan pentingnya kejujuran dalam menyelaraskan hati, pikiran, dan tindakan.
Ketika Kata Menjadi CerminDalam ilmu komunikasi, kata-kata bukan sekadar alat untuk menyampaikan informasi, tetapi juga representasi dari apa yang ada di hati dan pikiran. Ketika seseorang berbicara, setiap kata yang diucapkan membawa jejak emosinya, baik secara sadar maupun tidak. Sering kali, apa yang disebut “slip of the tongue” adalah cerminan dari sesuatu yang tersembunyi di dalam hati—sebuah keinginan, kekhawatiran, atau rasa bersalah yang tidak mampu disangkal oleh jiwa.
Teori komunikasi interpersonal menyatakan bahwa pesan verbal hanya sebagian kecil dari keseluruhan komunikasi. Sisanya ditransmisikan melalui pesan nonverbal—intonasi, ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan bahkan keheningan. Ketika seseorang mencoba menyembunyikan sesuatu, sering kali muncul ketidaksesuaian antara apa yang diucapkan dengan apa yang dirasakan.
Psikolog Albert Mehrabian, melalui penelitian ikoniknya, menemukan bahwa 93% komunikasi emosional berasal dari ekspresi nonverbal seperti bahasa tubuh dan nada suara. Dengan kata lain, hati yang berat atau penuh rahasia akan menemukan jalan untuk berbicara, meskipun pemiliknya mencoba menutupi.Peran Alam Bawah SadarPsikologi modern, khususnya teori psikoanalisis Sigmund Freud, menjelaskan bahwa alam bawah sadar adalah gudang pikiran, emosi, dan pengalaman yang sering kali tidak disadari oleh individu.
Ketika seseorang berusaha menyembunyikan sesuatu, beban emosional yang disimpan di alam bawah sadar ini menciptakan “kebocoran” yang tidak dapat dikendalikan sepenuhnya. Kebocoran ini tampak dalam bentuk slip kata, nada yang tidak biasa, atau perubahan mikroekspresi yang hanya bisa ditangkap oleh mata yang jeli.Penelitian psikologi mikroekspresi oleh Paul Ekman menguatkan gagasan ini.
Ekman menemukan bahwa wajah manusia memiliki kemampuan untuk menampilkan emosi dalam waktu sepersekian detik, bahkan ketika seseorang berusaha keras menyembunyikannya. Misalnya, rasa takut, marah, atau bersalah yang terkubur di dalam hati sering kali muncul melalui perubahan kecil pada gerakan alis, sudut bibir, atau kilatan mata. Ini menunjukkan bahwa tidak ada rahasia yang sepenuhnya aman ketika hati berbicara melalui wajah.Harmoni Antara Hati, Lidah, dan TindakanImam Ali tidak hanya mengungkapkan fenomena psikologis dan komunikasi yang mendalam, tetapi juga memberikan pelajaran moral tentang pentingnya kejujuran. Ketidaksesuaian antara hati dan ucapan tidak hanya merugikan orang lain, tetapi juga melukai diri sendiri.
Dalam ilmu komunikasi, fenomena ini dikenal sebagai cognitive dissonance—ketidaknyamanan yang dirasakan ketika tindakan atau ucapan seseorang bertentangan dengan nilai atau perasaannya. Dissonansi ini, jika tidak diatasi, dapat memengaruhi kesehatan mental dan emosional, menciptakan stres dan kecemasan yang berkepanjangan.Kejujuran, dalam hal ini, bukan sekadar tentang berkata benar kepada orang lain, tetapi juga tentang berani menghadapi kebenaran dalam hati sendiri. Ketika hati selaras dengan ucapan dan tindakan, komunikasi menjadi lebih efektif, hubungan menjadi lebih mendalam, dan jiwa menjadi lebih tenang.
Dalam psikologi, ini disebut congruence—kondisi ketika seseorang berada dalam harmoni antara pikiran, perasaan, dan perilakunya.Menyingkap Keindahan KejujuranPernyataan Imam Ali mengajarkan kita untuk tidak hanya memperhatikan kata-kata yang diucapkan, tetapi juga untuk memahami bahasa hati, baik pada diri sendiri maupun orang lain. Ia mengingatkan kita bahwa hati memiliki bahasa yang tak terucap, yang sering kali lebih jujur daripada lidah. Ketika kita belajar membaca bahasa ini—melalui ekspresi wajah, nada suara, atau tind1akan kecil—kita tidak hanya menjadi komunikator yang lebih baik, tetapi juga manusia yang lebih peka dan empati.
Dalam kehidupan sehari-hari, memahami pesan Imam Ali berarti belajar untuk lebih jujur pada diri sendiri dan orang lain. Ini berarti menghindari manipulasi, menerima perasaan yang sulit, dan berbicara dengan ketulusan yang lahir dari hati. Dalam dunia yang penuh dengan kepalsuan, kejujuran adalah hadiah yang paling berharga yang bisa kita berikan, baik kepada diri sendiri maupun kepada dunia.Akhirnya, pernyataan ini mengajarkan bahwa rahasia hati, baik atau buruk, selalu menemukan jalannya untuk muncul. Sebagai manusia, tugas kita adalah memastikan bahwa apa yang tersembunyi di hati adalah kebaikan, cinta, dan ketulusan, sehingga ketika ia terpancar melalui kata dan wajah, dunia pun ikut merasakan keindahannya.